Nina Mariana

Blog Seputar Kesehatan, Obat & Terapi

 

Ilustrasi Penyakit


Apa Itu PIE?

Penyakit infeksi emerging (PIE) didefinisikan sebagai penyakit baru muncul dalam suatu populasi atau telah ada sebelumnya tetapi meningkat pesat insidennya atau jangkauan geografisnya. 

Pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir telah meyakinkan dunia bahwa pentingnya penyakit infeksi emerging dan dampaknya terhadap kesehatan dan pembangunan ekonomi. Mikroorganisme baru sebagai penyebab penyakit infeksi emerging meningkat jumlahnya dan telah menyebar ke berbagai negara, termasuk di Asia. Hal tersebut menunjukkan kerentanan negara-negara Asia terhadap penyebaran mikroorganisme baru yang muncul. 

Severe acute respiratory syndrome (SARS) coronavirus, avian ainfluenza, penyebabnya adalah virus yang mudah bermutasi dan berkembang cepat, selain itu munculnya resistensi antimikroba (kebal terhadap antimikroba, contohnya antibiotik) telah jelas menunjukkan kerentanan negara-negara di Asia tersebut. Sementara itu kasus tuberkulosis, Human immunodeficiency virus, difteri, malaria, virus dengue terus berlanjut. Walaupun dampak PIE dapat terkendali, namun tetap menjadi tantangan utama di wilayah Asia, khususnya Asia Tenggara.

Indonesia bersama negara-negara lainnya di Asia tenggara bersama-sama harus selalu waspada terhadap PIE pada tahun-tahun mendatang. Indonesia terbentang dari barat ke timur, dengan luas 1,9 juta km dan pada tahun 2022 tercatat jumlah penduduk sekitar 278 juta jiwa, menjadi tantangan tersendiri dalam pencegahan dan pengendalian PIE. 

Penyebaran PIE tidak terbatas pada satu wilayah atau satu negara saja, sehingga kolaborasi lintas negara yang kuat dan berkelanjutan sangat diperlukan dalam pencegahan dan pengendaliannya.


Pencegahan dan Pengendalian PIE di Dunia

Lima elemen strategis dari WHO yang diperlukan dalam pencegahan dan pengendalian PIE, antara lain: (1) Kesiapsiagaan surveilans dan respons cepat; (2) Infrastruktur kesehatan masyarakat contohnya fasilitas laboratorium; (3) Penilaian risiko dan komunikasi risiko; (4) Penelitian dan pemanfaatannya; dan (5) Advokasi untuk komitmen politik dan pembangunan kemitraan.

Penelitian lintas negara (multicenter) memberikan banyak manfaat dibandingkan penelitian lokal (singlecenter), antara lain besar sampel lebih besar sehingga hasil penelitian lebih dapat digeneralisasikan, dan berbagai kegiatan peningkatan sumber daya kolaboratif contohnya kegiatan transfer of knowledge atau transfer teknologi antar center, serta membangun jejaring. Khususnya untuk wilayah dengan keterbatasan sumber daya dan fasilitasi pengembangan kapasitas diagnostik, keterbatasan pengawasan terhadap munculnya mikroorganisme baru, serta keterbatasan penyediaan pengobatan. 

Penelitian lintas negara yang direncanakan, dikoordinasikan dan dilaksanakan dengan baik akan meningkatkan kapasitas SDM, kapasitas kinerja, kapasitas pelayanan kesehatan dan berdampak positif pada tatalaksana berbagai kondisi pasien.

 
Note: artikel ini telah disubmit ke buletin ahsui


Sumber:
1. World Health Organization. 2005. Combating Emerging Infectious Diseases in the South-East Asia Region.
2. Kate. E, Nikkita G, Marc A, Adam. S, Deboraj B, John G et al. Global trends in emerging infectious disease. Nature. 2008, 451: 990-993
3. World Health Organization. 2022. Prioritizing diseases for research and development in emergency contexts. Available online https://www.who.int/health-topics/coronavirus#tab=tab_1
4. Nazah Y, konrad R, Yasser S. The pros and cons of multicentre studies.   Netherlands Journal of Critical Care, 200812(3):120-122
 



Tidak ada komentar: