Nina Mariana

Blog Seputar Kesehatan, Obat & Terapi



Cara Atasi Nyeri


                                                                        
Nyeri merupakan gejala yang berkaitan dengan respon tubuh. Contohnya nyeri sering dirasakan pada penderita kanker, nyeri ini akan berkaitan dengan faktor penting quality of life (QOL) pasien kanker. Penatalaksanaan nyeri yang cepat dan efektif dapat mencegah penderitaan seseorang, dan meningkatkan kualitas hidup serta secara potensial menghindarkan perasaan putus asa.



Sebelum mengetahui strategi atasi nyeri, maka ketahuilah lebih dulu bagaimana proses nyeri pada tubuh itu terjadi?



Rasa nyeri dapat dikategorikan berdasarkan durasi (akut, kronik), mekanisme patofisiologi (fisiologis, noniseptif, neuropatik, campuran), serta konteks klinisnya (contoh: post operatif, keganasan, neuropatik atau degeneratif)



Kerusakan jaringan tubuh termasuk jaringan saraf oleh berbagai penyebab akan menimbulkan nyeri. Reaksi tubuh menyikapi kerusakan jaringan tersebut dengan cara mengeluarkan berbagai mediator dan neurotransmitter yang berfungsi sebagai proteksi tubuh terhadap kerusakan tadi. Namun efek mediator dan neurotransmitter tersebut terhadap noniseptor (reseptor neuron di ujung saraf aferan yang sensitif terhadap stimulus yang merusak) menimbulkan rasa nyeri.



Nyeri Noniseptif


Noniseptor adalah reseptor neuron di ujung saraf aferan yang sensitif terhadap stimulus noksius (stimulus yang merusak). Noksius ini bisa berupa mekanik, kimia, termis, infeksi dan tumor/kanker. Noniseptor di perifer (contoh di kulit, otot dll) berfungsi sebagai alat proteksi terhadap kerusakan jaringan tubuh atau adanya ancaman. 



Sistem jaringan saraf (sistem jaringan saraf yang rumit saling berkomunikasi antar satu serabut dengan serabut lainnya)  meneruskan sinyal-sinyal ke otak melalui beberapa jaras asending sekunder contohnya traktus spinotalamikus, jaras spinoretikularis dan jaras spinomesensefalik, selanjutnya informasi noniseptif akan sampai ke nucleus di thalamus (satu struktur yang terletak di tengah otak). 



Nyeri noniseptif secara patologik terjadi akibat kerusakan atau cedera sel jaringan, yang berperan sebagai stimulasi terhadap pengeluran mediator inflamasi. Mediator inflamasi ini selanjutnya akan menstimulasi reseptor serabut saraf yang berlokasi di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera sehingga timbul nyeri.



Nyeri noniseptif dapat dibedakan menjadi nyeri somatik (berasal dari kulit, tulang, tendon, ligamentum, otot atau jaringan tissue) dan nyeri viseral ( berasal dari organ lebih dalam lagi seperti usus besar atau pankreas. Karakter kedua nyeri berbeda. Nyeri somatik dapat dilokalisasi dengan baik dan biasanya berlangsung tidak terlalu lama. Nyeri viseral biasanya berlangsung lebih lama, sangat sulit untuk dilokalisir, muncul sebagai nyeri somatik di tempat lain (referred pain).



Beberapa contoh nyeri noniseptif yang juga sering disebut sebagai nyeri tipe akut ini yaitu nyeri post operatif, nyeri akibat trauma dan nyeri punggung bawah, nyeri akibat prosedur medik. Nyeri akut umumnya berhubungan dengan respon neuroendokrin yang proporsional dengan intensitas nyeri yang dialami. Operasi minor maupun superfisial biasanya hanya menghasilkan respon stress yang tidak besar, sedangkan operasi mayor pada daerah torakal dan abdomen biasanya menimbulkan respon stress yang besar. Nyeri akut dengan intensitas sedang dan berat, darimanapun lokasi nyerinya, dapat mempengaruhi hampir semua fungsi organ.



Nyeri Neuropatik


Nyeri neuropatik adalah salah satu dari kelompok keluhan nyeri yang mempunyai karakteristik seperti nyeri kronik dan penderita beberapa penyakit metabolik, termasuk diabetes. Nyeri neuropatik terjadi akibat kerusakan jaringan saraf atau neuritis lokal baik di perifer ataupun di sentral sehingga menyebabkan lesi atau diskoneksi dengan bagian jaringan saraf lainnya. Kerusakan ini mengakibatkan perubahan aktivitas potensial akson dalam bentuk signal. Berbeda dengan nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik memperlihatkan tanda gangguan sensorik berupa alodinia (sensasi rasa sakit tidak biasa pada kulit karena kontak sederhana yang biasanya tidak menimbulkan rasa sakit) atau hiperalgesia (peningkatan respon nyeri terhadap stimulus yang memang biasanya menyebabkan nyeri) dengan lokasi yang kurang jelas atau tidak terjadi pada daerah terluka saja. Nyeri neuropati muncul spontan seperti tusukan, rasa terbakar dll.



Nyeri Campuran


Nyeri campuran merupakan nyeri yang bukan hanya diakibatkan oleh nosiseptif (akut) akan tetapi juga mengalami keluhan nyeri neuropatik (kronik) yang timbul akibat kerusakan atau disfungsi sistim saraf. Beberapa contoh yang sering ditemukan kombinasi kedua nyeri ini adalah nyeri punggung bawah dengan radikulopati, nyeri leher dengan radikulopati, nyeri kanker, nyeri sindroma terowongan karpal, nyeri arthritis dll.



Strategi Atasi Nyeri


Pengobatan nyeri secara umum disesuikan antara mekanisme nyeri noniseptif atau neuropati terhadap mekanisme kerja obat dalam mengatasi nyeri tersebut, contohnya kelompok nyeri noniseptif yang kronik akibat inflamasi maka lebih tepat menggunakan steroid atau golongan obat NSAID. 



Berdasarkan pedoman CDC 2016, prinsip pertama atasi nyeri terutama nyeri kronik adalah dengan penanganan nonpharmacological (tanpa obat) dan non-opioid (tanpa obat opiod). Contoh nonpharmacological (tanpa obat) yaitu yoga, akupuntur, fisioterapi dll. Sedangkan, penanganan pada nyeri kanker dilakukan sesuai dengan berat ringannya nyeri menggunakan metode dua, tiga atau empat langkah pendekatan terapi farmakologi (modifikasi rekomendasi WHO). 



Langkah 1. Nyeri ringan hingga sedang : dapat menggunakan obat  non opioid (parasetamol, NSAID dapat digunakan kecuali ada kontraindikasi) bisa ditambah kombinasi dengan golongan obat nyeri lain (terutama pada nyeri neuropatik)



Langkah 2. Nyeri ringan hingga sedang atau nyeri tidak terkontrol setelah langkah 1: dapat digunakan opioid kerja cepat ± nonopioid (around the clock) bisa ditambah kombinasi dengan golongan obat nyeri lain



Langkah 3. Sedang hingga berat atau nyeri tidak terkontrol setelah langkah 2: menggunakan tindakan yang invasif minimal contohnya modalitas tindakan blok saraf, tindakan radiofrequency, tindakan stimulasi spinal cord, tindakan spinal (epidural and subarachnoid) dengan pemberian anestesi lokal, tindakan bedah, atau tindakan disc decompression dll



Langkah 4. Sedang hingga berat atau nyeri tidak terkontrol setelah langkah 3: dapat digunakan pilihan opioid yang lepas lambat atau kerja panjang (around the clock), atau infus kontinu ditambah opioid kerja cepat, jika dibutuhkan bisa ditambah nonopioid atau golongan obat nyeri lain



Golongan obat nyeri lain yang dimaksud tersebut adalah contohnya antidepressant (amitriptilin, duloxetin) dan antikonvulsan (gabapentin), anestesi topikal (lidocaine patch), terapi topikal (capsaicin), kortikosteroid  dll



Sebagai catatan tambahan, bahwa pemberian opiod diberikan oleh dokter dengan pemberian tepat sesuai indikasi, juga terapi opioid harus memperhatikan interval yang tetap (yakni, dosis yang teratur dan waktu pemberian yang terjadwal) pemberiannya bukan menurut permintaan pasien (dosing on demand). Hal tersebut agar menjamin tidak terjadinya peningkatan krisis opioid.



Sumber:
1. Ringkasan case report by Nina Mariana, 2013
2. NIH. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7038776/, 2020
3. NIH. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554435/, 2021

 







Tidak ada komentar: